Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa penerapan teknologi pemerintahan (GovTech) akan mengatur agar masyarakat yang belum membayar pajak tidak dapat mengurus dokumen penting seperti paspor dan SIM. Luhut menekankan bahwa digitalisasi dalam pelayanan publik sangat penting untuk mengurangi birokrasi yang tidak perlu serta mempermudah akses layanan bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Luhut menjelaskan bahwa sistem digital ini juga akan mempengaruhi berbagai proses administratif lainnya. Misalnya, seseorang yang belum melunasi pajak tidak dapat memperbarui izin usaha atau dokumen lain yang membutuhkan kewajiban tersebut.
“Jadi, jika kamu belum membayar pajak, kamu tidak akan bisa mengurus paspor atau memperbarui SIM atau izin lainnya,” ujar Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (10/1/2024).
Luhut juga mengungkapkan bahwa teknologi ini akan didukung oleh kecerdasan buatan (AI) dan big data untuk meningkatkan transparansi di masyarakat. Menurutnya, sistem yang sedang dikembangkan ini akan membuat Indonesia lebih terbuka dan efisien dalam berbagai aspek pemerintahan.
“Sistem ini akan membuat Indonesia lebih transparan ke depan, dengan AI dan big data yang terus dibangun, yang akan membawa perubahan signifikan,” tambahnya.
Sebelumnya, Luhut bersama Dewan Ekonomi Nasional memberikan rekomendasi kepada Presiden Prabowo Subianto terkait empat pilar digitalisasi yang bertujuan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan efektivitas dalam tata kelola negara.
Pilar pertama berkaitan dengan optimalisasi penerimaan negara melalui penerapan sistem Core Tax dan SIMBARA. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak serta sektor mineral dan batu bara.
Selanjutnya, pilar kedua berfokus pada efisiensi belanja negara, yang salah satunya diwujudkan dalam digitalisasi sistem e-catalogue versi 6.0. Sistem ini akan memastikan bahwa pengadaan barang dan jasa dilakukan secara lebih efisien dan transparan.
Pilar ketiga menyangkut kemudahan dalam pelayanan publik, seperti digitalisasi layanan administrasi kependudukan, SIM, paspor, pendidikan, dan kesehatan. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan serta mempercepat proses pelayanan dengan mengurangi birokrasi yang berlebihan.
Contoh konkret penggunaan teknologi adalah dalam mencegah penyelundupan. Dengan penerapan teknologi seperti blockchain untuk integrasi data, seluruh informasi mengenai impor barang dan kontainer dapat dilacak secara akurat. Sistem ini akan otomatis memberikan izin jika data yang dimasukkan valid, namun akan memblokir proses jika data tidak sesuai dan memicu pemeriksaan lebih lanjut.
Selain itu, sistem digital ini akan mendukung kebijakan yang memastikan kewajiban seperti pajak dan royalti dibayar sebelum seseorang dapat mengurus dokumen seperti paspor atau memperbarui izin usaha. Luhut menekankan bahwa ini adalah langkah untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang ada.
Pilar terakhir adalah mempermudah berusaha melalui perbaikan sistem Online Single Submission (OSS). Penyempurnaan sistem ini bertujuan untuk mempercepat proses perizinan usaha dan meningkatkan daya saing investasi di Indonesia, sekaligus mendukung pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM).
Untuk mendukung efisiensi dan transparansi, sistem OSS ini akan dilengkapi dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan big data yang terus dikembangkan. Dengan demikian, Indonesia diharapkan dapat lebih transparan dan efisien dalam pengelolaan berbagai sektor pemerintahan dan ekonomi.