#SAKILEHINFO

Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia: Aksi Protes Kesejahteraan dan Independensi

Pada Oktober 2024, ribuan hakim di seluruh Indonesia akan melaksanakan “Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia” sebagai bentuk protes terhadap masalah kesejahteraan dan independensi. Kegiatan ini direncanakan berlangsung dari 7 hingga 11 Oktober 2024.

Dilansir dari detikNews, selain mengambil cuti, sejumlah hakim akan melakukan perjalanan ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung.

Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, menegaskan bahwa aksi simbolik ini bertujuan menyoroti kondisi yang telah lama diabaikan.

“Kami ingin menunjukkan bahwa kesejahteraan dan independensi hakim harus menjadi perhatian serius,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (27/9/2024).

Para hakim tidak hanya akan melakukan aksi protes selama kunjungan mereka ke Jakarta, tetapi juga mengadakan audiensi dan silaturahmi dengan para tokoh nasional.

Dalam pertemuan ini, mereka akan membahas isu-isu penting seputar peradilan, sistem hukum di Indonesia, serta mencari solusi untuk perubahan nyata dalam profesi hakim.

Aksi ini bertujuan untuk memperkuat suara mereka dalam memperjuangkan kesejahteraan dan independensi yang lebih baik.

Fauzan menjelaskan bahwa ada 11 data penting terkait kesejahteraan hakim yang menjadi perhatian. Beberapa isu yang diangkat meliputi beban kerja yang tidak seimbang, gaji dan tunjangan yang tidak memadai, inflasi yang terus meningkat, serta hilangnya tunjangan kinerja sejak 2012.

Selain itu, terdapat ketidakmerataan tunjangan kemahalan, masalah kesehatan mental, dan fasilitas rumah dinas serta transportasi yang kurang memadai.

“Selama 12 tahun, tunjangan tidak mengalami penyesuaian, sehingga banyak hakim yang kesulitan membawa keluarganya ke daerah penempatan.

Biaya yang diperlukan untuk membawa seluruh anggota keluarga sangat besar dan tidak dapat ditanggung oleh penghasilan mereka saat ini,” ungkap Fauzan.

Gerakan ini juga menyoroti isu yang dihadapi hakim perempuan, yang dinilai kurang mendapatkan perhatian terkait tugas dan tanggung jawab mereka di dalam sistem peradilan.

“Beban ganda dalam menjalankan fungsi sosial menjadi tantangan tersendiri bagi hakim perempuan. Kurangnya perhatian khusus sering terjadi, seperti penempatan jauh dari pasangan dan hidup sendirian dengan anak-anak.

Mereka juga menghadapi beban kerja yang sama dengan rekan-rekan laki-laki, meskipun dalam kondisi yang memerlukan perhatian khusus, seperti saat hamil atau menyusui.

Oleh karena itu, hakim perempuan perlu mendapatkan dukungan agar dapat menjalankan peran mereka sebagai hakim sekaligus menjalankan peran lainnya,” jelas Fauzan.