Heru Kreshna Reza, calon dewas (cadewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI.
Dalam kesempatan tersebut, ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap praktik menampilkan tersangka ke publik melalui konferensi pers.
Menurutnya, hal itu dapat merusak reputasi seseorang yang belum terbukti bersalah di pengadilan.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengungkapkan keprihatinannya tentang maraknya kasus di mana seseorang yang menjadi tersangka dipamerkan ke publik.
Padahal, menurut Bamsoet, seseorang baru bisa dianggap bersalah setelah melalui proses pengadilan yang adil.
“Banyak kasus yang dalam konferensi pers pengumumannya, seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dipajang dengan barang bukti, meski dia belum tentu bersalah karena belum ada keputusan dari pengadilan,” jelas Bamsoet dalam uji kelayakan tersebut.
Bamsoet juga menyoroti potensi penyalahgunaan barang bukti yang dipamerkan.
Ia menyebut bisa jadi barang bukti yang ditunjukkan tidak berkaitan langsung dengan perkara, atau bahkan didapatkan dengan cara yang melanggar hukum.
Menanggapi pernyataan tersebut, Heru dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya jika tersangka dipamerkan di depan publik.
Menurutnya, hal itu dapat menghancurkan karakter seseorang yang masih berstatus tersangka.
“Saya pribadi tidak setuju jika tersangka dipamerkan, karena itu akan merusak karakter mereka,” tegas Heru.
Ia menambahkan bahwa setiap tersangka seharusnya dilindungi dengan asas praduga tak bersalah hingga terbukti kesalahannya di pengadilan.
Heru juga berpendapat bahwa pendekatan seperti ini akan lebih memberikan martabat kepada individu yang terlibat dalam proses hukum.
“Mereka harus diperlakukan sesuai dengan hak mereka sebagai individu sampai keputusan pengadilan menjelaskan kesalahan atau tidaknya,” tambahnya.
Bamsoet kemudian mempertanyakan fenomena pengumuman barang sitaan yang sering kali diumumkan dengan angka yang sangat besar, namun pada akhirnya nilai barang tersebut berkurang saat sampai di pengadilan.
Heru menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa praktik semacam ini perlu dihindari, karena bisa menciptakan persepsi yang salah di masyarakat.
“Ini yang harus kita hindari. Ada persepsi bahwa ini adalah bentuk ‘overacting’ kelembagaan, dan itu justru membuat KPK lebih ditakuti daripada dihormati,” ungkap Heru.